Sabtu, 20 Desember 2008

Renungan

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.


Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.


Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".



Dengan lembut si Malaikat berkata, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".


Tampa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".


Kata Malaikat, "Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"


Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, " Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan
seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri."

Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat".


Melihat peristiwa itu, tampa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya.. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.


Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini,penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !

Dengan setengah bergumam dia bertanya,"Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"


Jawab si Malaikat, " Ada beberapa yang berdoa buatmu.Tapi mereka tidak Tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah". Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.


Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.


Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".


Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan. "Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. "


"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalauseorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. "

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.


Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.


Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.

Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain... Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.




Jumat, 19 Desember 2008

Terlintas di hati setiap insan

Prasangka memang hanya lintasan hati. Karenanya, berprasangka sebenarnya manusiawi. Tak ada orang yang mampu meredam atau menahan yang namanya lintasan hati. Tak ada orang yang tak pernah memiliki prasangka buruk terhadap orang lain. Tak seorang pun bisa menghilangkan sama sekali lintasan hatinya. Itu sebabnya, para sahabat mengajukan keberatannya kepada Rasulullah saat turun ayat "Dan bila engkau menampakkan apa yang ada dalam hatimu, atau engkau menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu." (QS. Al-Baqarah : 284) Para sahabat yakin tak mampu menghalangi lintasan hatinya, jika itu termasuk dalam hitungan amal mereka. Akhirnya Allah menurunkan ayat selanjutnya, "Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sebatas kemampuannya."



Imam Ghazali mengurai penjelasan buruk sangka dalam satu sub tema tentang ghibah, membicarakan keburukan orang lain. Menurutnya, buruk sangka tak lain adalah ghibah bathiniyah (membicarakan keburukan orang dengan hati). "Sebagaimana Anda diharamkan untuk menyebut keburukan-keburukan orang lain, maka demikian pula Anda diharamkan untuk berburuk sangka pada saudara Anda," begitulah kata Imam Ghazali.

Apa yang harus dilakukan agar bisa menghindari bahaya buruk sangka?

Pertama, tumbuhkan empati kepada orang yang menjadi objek buruk sangka. Rasakanlah bila objek buruk sangka itu adalah diri Anda sendiri yang sangat mungkin mengalami banyak kekurangan. Tips ini sama dengan apa yang dianjurkan oleh Imam Ghazali, ketika ia membahas masalah ghibah. Untuk menghindari ghibah, menurut Imam Ghazali, salah satunya dengan merasakan bagaimana bila yang menjadi objek pembicaraan itu adalah diri sendiri. Bila kita senang mendengarnya, maka teruskanlah bicara. Tapi bila tidak, maka jauhilah pembicaraan negatif itu. Sama dengan kondisi ghibah dalam hati, cara menghindarinya bisa dengan membandingkan kondisi kita dengan kondisi orang yang menjadi objek prasangka.

Kedua, teliti dari mana sumber perasaan negatif, atau buruk sangka itu muncul. Bila ia datang dari informasi seseorang, langkah yang paling baik adalah melakukan pertanyaan lebih detail tentang asal usul berita miring itu. Apakah nara sumber berita itu benar-benar telah mengetahui secara autentik tentang kejadian yang memunculkan prasangka itu? Atau bisa juga ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan tentang benar tidak-nya berita negatif tersebut. Bila Anda merasakan bahwa informasi itu belum tentu benar, berupayalah menghapuskan memori informasi itu dari pikiran Anda.

Ada riwayat hadits menarik yang disampaikan oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih. Suatu ketika ada seorang lelaki melewati suatu kaum yang sedang berada dalam sebuah majlis. Orang laki-laki itu mengucapkan salam, mereka pun menjawab salam orang tersebut. Tapi tak berapa jauh orang itu pergi, salah seorang dalam majlis itu berkata, "Sesunguhnya aku membenci orang itu karena Allah." Orang yang mendengar perkataan itu terkejut dan mengatakan, "Buruk sekali apa yang engkau ucapkan. Demi Allah akan aku adukan hal ini pada Rasulullah."

Orang yang telah lewat itu kemudian dipertemukan oleh Rasulufah dengan orang yang memiliki prasangka buruk itu. "Mengapa kamu membencinya?" tanya Rasul. "Aku tetangganya, dan mengenalnya. Demi Allah aku tidak pernah melihatnya melakukan shalat kecuali yang diwajibkan," katanya. Orang itu berkata, "Tanyalah wahai Rasulullah, apakah ia pernah melihatku mengakhirkan sholat di luar waktunya atau aku pernah salah berwudhu, ruku’ atau sujud?" Orang yang berprasangka buruk itu mengatakan, "Tidak." Kemudian ia mengatakan, "Demi Allah aku tidak pernah melihatnya berpuasa sebulan kecuali pada bulan yang dipuasai oleh orang baik dan durhaka." Orang yang dituduh itu mengatakan, "Tanyakan wahai Rasulullah, apakah dia pernah melihatku tidak puasa pada bulan Ramadhan, atau aku mengurangi haknya?" Orang itupun menjawab, "Tidak."

Tapi ia masih menambahkan lagi alasan kebenciannya. "Demi Allah aku belum pernah melihatnya memberi orang yang meminta minta atau orang miskin sama sekali, aku juga tidak pernah melihatnya menginfakkan sesuatu di jalan Allah kecuali zakat yang juga dilakukan oleh orang yang baik dan durhaka," katanya. Orang yang dituduh itu mengatakan, "Tanyakan padanya ya Rasulullah, apakah dia pernah melihatku mengurangi zakat atau aku pernah menzalimi pemungut zakat yang memintanya?" Orang itu menjawab, "Tidak." Akhirnya Rasulullah berkata pada orang yang melontarkan kebencian tanpa alasan yang jelas itu. "Pergilah, barangkali dia lebih baik dari pada dirimu," ujar Rasulullah.

Ketiga, bila sumber informasi itu muncul dari dalam hati sendiri tanpa sebab-sebab yang jelas, kecuali sekadar penampilan lahir atau kecurigaan belaka. Beristigfar, dan mohon ampunlah pada Allah swt atas kekeliruan lintasan hati negatif itu. "Seseorang tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila telah nyata dan tidak dapat diartikan dengan hal lain kecuali hanya dengan keburukan," begitu nasihat Imam Al-Ghazali.

Beliau mencontohkan, jika seseorang mencium bau minuman khamar dari mulut seseorang, ia masih belum boleh memastikan bahwa ia telah minum khamar, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa dia berkumur-kumur saja dan tidak meminumnya, atau mungkin dia dipaksa meminumnya.

Menurut Imam Ghazali, sesuatu yang tidak disaksikan dengan mata kepala dan tidak didengar dengan telinga sendiri, tapi muncul di dalam hati, maka itu tidak lain merupakan bisikan setan yang harus ditolak, karena syetan adalah makhluk yang fasik. Allah swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya." (QS.Al-Hujurat:6)

Keempat, sadarilah bahwa lahiriyah seseorang tidak selalu identik dengan batinnya. Islam sama sekali tak mengajarkan penilaian seseorang dari aspek lahirnya. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian, tapi melihat pada hati kalian." Dalam hadits shahih yang lain disebutkan pula bagaimana Rasulullah menggambarkan bahwa kondisi orang yang secara lahiriyah kurang baik, berdebu, rambutnya kumal, dan banyak dipandang hina oleh seseorang, tapi orang tersebut adalah orang yang paling didengar doanya oleh Allah swt. Sebaliknya, orang yang bersih, dan menarik penampilan lahiriyahnya, ternyata orang itulah yang memiliki penilaian tidak baik di mata Allah swt.

Naif sekali, merasa curiga dan berburuk sangka karena alasan lahir. Allah swt bahkan menjelaskan bahwa di antara orang munafik biasanya memiliki penampilan yang memukau. "Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum." (QS. Al-Munafiqun : 4)

Kelima, terimalah fakta bahwa setiap orang pasti pernah lepas kontrol sesekali. Tidak perlu mengembangkan perasaan dan dugaan terlalu besar dengan suatu kesalahan yang dilakukan seseorang. Kesalahan itu adalah hal lumrah bagi manusia. Karenanya, coba arahkan perhatian itu pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Terlalu besar memperhatikan kesalahan orang lain, merupakan salah satu sebab seseorang menjadi mudah mencurigai dan berburuk sangka. Ingatlah prinsip yang diajarkan Rasulullah saw, Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aib dan kesalahan dirinya, ketimbang sibuk oleh aib dan kesalahan orang lain.

Keenam, salah satu pemicu buruk sangka adalah rasa was-was atau bayangan ketakutan yang akan kita terima akibat pihak tertentu. Untuk mengatasinya, tumbuhkan keyakinan kuat bahwa Allah swt Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas seluruh gerak gerik hambanya. Apa saja yang terjadi merupakan kehendak dan kekuasaan Allah swt. Keyakinan ini akan memunculkan kepasrahan dan ketenangan, serta tidak mudah membayangkan resiko pahit yang belum tentu benarnya. Keyakinan ini juga yang akan mengusir perasaan was-was dan bayangan menakutkan yang tak jelas ujung pangkalnya.

Ketujuh, untuk mematahkan gangguan syetan, terapi yang paling penting adalah dengan dzikir kepada Allah dan berusaha memperbanyak amal-amal ketaatan. Keduanya akan sangat menciptakan suasana hati yang hidup, bersih dan jernih. Hal ini lebih jauh akan menumbuhkan kualitas iman yang semakin tidak mudah bagi syetan untuk bersemayam di dalam hati. Di sinilah, seseorang akan mendapat cahaya Allah swt sehingga pandangannya akan mengarah pada firasat yang benar. Takutlah dari firasat seorang mu’min karena ia melihat dengan Nur Allah. (HR. Turmudzi)

Kedelapan, mintakan ampun kepada orang yang menjadi objek prasangka tanpa alasan yang jelas. Itu salah satu kafarat ghibah yang disebutkan oleh Imam Ghazali rahimahullah. Menurutnya, doa tersebut dapat menjengkelkan syetan sehingga syetan tidak bisa memasukkan lintasan negatif atas seseorang. Prasangka, menurutnya sama dengan ghibah dalam hati. Maka, tebusannya antara lain dengan memohon ampunan kepada Allah atas saudara yang dicurigai itu. Wallahu’alam.


Terangnya Mata hati

Dua orang pemuda tampak berdiskusi di sebuah mulut gua. Sesekali, mereka memandang ke arah dalam gua yang begitu gelap. Gelap sekali! Hingga, tak satu pun benda yang tampak dari luar. Hanya irama suara serangga yang saling bersahutan. “Guru menyuruh kita masuk ke sana. Menurutmu, gimana? Siap?" ucap seorang pemuda yang membawa tas besar. Tampaknya, ia begitu siap dengan berbagai perbekalan.

"Menurut petunjuk guru, gua ini bukan sekadar gelap. Tapi, panjang dan banyak stalagnit, kelelawar, dan serangga," sahut pemuda yang hanya membawa tas kecil. Orang ini seperti punya kesiapan lain di luar perbekalan alat. "Baiklah, mari kita masuk!" ajaknya sesaat kemudian.

Tidak menyangka dengan ajakan spontan itu, pemuda bertas besar pun gagap menyiapkan senter. Ia masuk gua beberapa langkah di belakang pemuda bertas kecil. "Aneh!" ucapnya kemudian. Ia heran dengan rekannya yang masuk tanpa penerangan apa pun.



Tidak menyangka dengan ajakan spontan itu, pemuda bertas besar pun gagap menyiapkan senter. Ia masuk gua beberapa langkah di belakang pemuda bertas kecil. "Aneh!" ucapnya kemudian. Ia heran dengan rekannya yang masuk tanpa penerangan apa pun.

Dari mulai beriringan, perjalanan keduanya mulai berjarak. Pemuda bertas besar berjalan sangat lambat. Ia begitu asyik menyaksikan keindahan isi gua melalui senternya: kumpulan stalagnit yang terlihat berkilau karena tetesan air jernih, panorama gua yang membentuk aneka ragam bentukan unik, dan berbagai warna-warni serangga yang berterbangan karena gangguan cahaya. "Aih, indahnya!" gumamnya tak tertahan.

Keasyikan itu menghilangkannya dari sebuah kesadaran. Bahwa ia harus melewati gua itu dengan selamat dan tepat waktu. Bahkan ia tidak lagi tahu sudah di mana rekan seperjalanannya. Ia terus berpindah dari satu panorama ke panorama lain, dari satu keindahan ke keindahan lain. Ia terlena dengan keindahan di sekelilingnya.

Di ujung gua, sang guru menanyakan rahasia pemuda bertas kecil yang bisa jauh lebih dulu tiba. "Guru…," ucap sang pemuda begitu tenang. "…dalam gelap, aku tidak lagi mau mengandalkan mata zhahir. Mata batinkulah yang kuandalkan. Dari situ, aku bisa merasakan bimbingan hembusan angin ujung gua, kelembaban cabang jalan gua yang tak berujung, batu besar, dan desis ular yang tak mau diganggu," jelas sang pemuda begitu meyakinkan..”





Saudaraku,
Ada banyak "gua" dalam hidup ini.. Gua ketika seseorang kehilangan pekerjaan. Gua di saat gadis atau lajang terus-menerus tertinggal peluang berjodoh. Gua di saat orang alim menjadi sulit dipercaya. Gua ketika bencana begitu buta. Dan, berbagai "gua" lain yang kadang dalam gelapnya menyimpan seribu satu keindahan yang membuai.

Sebagian kita, suka atau tidak, harus menempuh rute jalannya yang gelap, lembab, dan penuh jebakan. Sayangnya, tidak semua kita mampu.menyiapkan bekal secara pas. Kita kadang terjebak dengan kelengkapan alat. Atau terjebak pada kelengkapan sarana atau fasilitas, juga kekayaan. Dan, melupakan bekalan lain yang jauh lebih jitu dan berdaya guna: kejernihan mata hati.

Mata hatilah yang mampu menembus pandangan di saat "gelap". Mata hatilah yang bisa membedakan antara angin tuntunan dengan tipuan tipuan. Kejernihannya pula yang bisa memantulkan ‘cahaya’ yang sejati.



Saudaraku,

Perjalanan hidup kita tak ubahnya seperti menyusuri gua yang gelap. Kalau mata hati kita belum setajam itu, maka carilah teman hidup yang punya mata hati yang jernih. Teman hidup yang memiliki bekalan kekuatan dan kematangan jiwa. Yang telah teruji istiqomah dari sekian banyak tadribat amal dan cobaan hidup serta ketekunan meraut ketajaman mata hatinya. Jadikan dia pemimpin dan penunjuk arah perjalanan kita. Semoga dengannya kita bisa menemukan jalan keluar dari gua dan selamat dari gulita dunia. Amiin ya robbal’alamin..


Buruk sangka datang...knapa..

Kebiasaan berburuk sangka telah ada sejak lama. Di sekitar kita, bila dicermati, bertebaran sikap manusia yang berprasangka buruk. Sebutlah pandangan mata curiga, sinis, ekspresi kecut yang penuh apriori, sampai dalam bentuk sikap kasar yang tidak bersahabat.

Menurut para ahli, buruk sangka merupakan salah satu mekanisme psikologis yang paling alamiah dalam diri manusia. Karena itu, sulit sekali menghilangkan buruk sangka. Banyak faktor yang memicu merebaknya prasangka-prasangka buruk:


1. Faktor lingkungan

Lingkungan memberi pengaruh yang cukup besar bagi lahirnya sikap buruk sangka. Lingkungan dimaksud bisa keluarga, masyarakat, tempat bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Lingkungan yang kejam, kotor, dan tidak sehat seringkali memberi pengaruh kuat bagi lahirnya kebiasaan buruk sangka. Bahkan, dalam budaya orang-orang ‘primitif’, buruk sangka seringkali menjadi acuan utama kehidupan sosial mereka, sebagai kompensasi timbal balik dari lingkungannya yang memang buruk.

Seperti yang terjadi pada suku Dobu di Melanesia. Ideologi hidup mereka adalah sihir. Akibatnya, paradigma hidup mereka pun banyak yang terjungkal. Setiap anak-anak Dobu meyakini bahwa kehidupan mereka diatur oleh kekuatan sihir. Maka, begitu ada yang terkena bencana atau musibah, muncullah aksi balas dendam dari keluarganya kepada pihak-pihak yang diduga telah menyihir anggota keluarganya.

Setiap orang dari suku tersebut selalu takut kalau diracun. Makanan dijaga ketat. Hanya dengan orang-orang tertentu saja suku Dobu mau makan bersama. Sikap curiga, buruk sangka, tidak dapat dipercaya, menjadi budaya hidup mereka.

Lingkungan hidup yang keras bisa menumbuhsuburkan sikap cepat curiga. Ia identik dengan medan tempat setiap orang harus bertarung mempertahankan hidupnya.

Berjibaku mengejar apa yang bisa ia makan, meski harus memangsa orang lain dengan jalan yang salah. Bagaimana dengan lingkungan kita? Atau Bagaimana dengan lingkungan kerja kita?



2. Keyakinan yang salah

Keyakinan yang salah bisa melahirkan buruk sangka. Termasuk dalam kategori ini adalah ideologi atau aqidah yang salah. Seperti berburuk sangka kepada Allah, dengan menuduh-Nya tidak adil. Orang-orang jahiliyah sebelum Islam punya keyakinan yang terkait erat dengan prasangka buruk. Setiap memasuki hari-hari yang baru, mereka mengukur nasib dengan apa yang pertama kali mereka lihat. Bila pagi itu mereka melihat ular, atau burung gagak, atau apa saja yang berwarna hitam, pertanda hari buruk sedang menanti.

Dalam Islam, perilaku seperti itu disebut dengan tathayyur. Secara bahasa, tathayyur artinya sebuah perilaku menyandarkan sikap kepada burung (tha-ir). Tindakan seperti itu dilarang keras oleh Islam karena bisa merusak kemurnian akidah.

Buruk sangka dengan kemasan keyakinan seperti itu masih banyak menyebar dalam masyarakat. Terlebih bila masyarakat tersebut dahulunya penganut paham animisme. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat modern pun banyak yang masih terjerat perilaku seperti itu. Banyak yang menggantungkan nasibnya kepada ramalan-ramalan aneh.



3. Kepentingan Politik

Kepentingan-kepentingan politik juga menjadi pemicu lahirnya sikap buruk sangka. Definisi kepentingan politik yang dimaksud tidak selalu harus dalam konteks kekuasaan di sebuah negara, dari tingkat lurah sampai presiden. Bisa saja berbentuk politik pencapaian jabatan di sebuah instansi, politik pencapaian tujuan tertentu dalam sebuah organisasi, atau dalam sebuah komunitas masyarakat.

Di jaman Soeharto berkuasa, tak sedikit kebijakan politik yang dijalankan berdasarkan buruk sangka. Kekhawatiran dan ketakutan kepada umat Islam dalam kurun yang cukup lama telah menjadi alasan untuk berlaku diskriminatif kepada anak bangsanya sendiri.

Tragedi Priok misalnya, telah banyak memakan korban. Bahkan banyak orang yang sama sekali tak punya urusan dengan peristiwa Priok juga terdzalimi dengan kejam.

Pendek kata, kepentingan politik telah menjadikan alasan sistem kewaspadaan nasional sebagai pembenaran tindakan-tindakan brutal, yang dasarnya hanya prasangka buruk. Identifikasi bahwa semua orang Islam yang nampak konsisten disebut bagian dari ekstrim kanan, yang akan merongrong kewibawaan negara, menggulingkan pemerintahan yang sah, adalah idiom-idiom buruk sangka yang terus dijadikan komoditas politik Soeharto. Sayangnya, idiom ekstrim kanan juga masih didengungkan oleh penguasa saat ini. Bahkan, muncul kebiasaan menyebarkan prasangka dan keresahan dengan menyebut inisial, sebagai tertuduh dalam beberapa kasus.

Tentu semua orang tidak ingin, bila bangsa ini terus menerus dipimpin oleh penguasa yang kebijakan politiknya hanya berdasar buruk sangka, berpijak pada asumsi-asumsi buta, atau bahkan hanya karena selera suka atau tidak suka.



4. Estimasi Pertahanan Diri

Kadang, orang punya prasangka buruk demi kepentingan mempertahankan diri. Rasa aman yang ingin diperoleh seseorang sering kali diwujudkan dengan membuat lingkar pengaman secara psikologis atas semua orang yang dihadapi. Kebiasaan ini bahkan telah merambah ke sektor-sektor kehidupan harian. Ada penelitian unik (Baron & Byrne,1997) tentang kecenderungan para perawat di rumah sakit yang enggan merawat orang-orang gemuk, karena prasangka ringan (mild prejudice) yang tak berdasar. Mereka berprasangka bahwa orang gemuk umumnya sulit diberi pelayanan perawatan. Tentu saja ini belum tentu benar. Tapi, begitulah adanya.

Estimasi pertahanan diri yang dasarnya buruk sangka sangat berbahaya. Ia bisa melahirkan stereotipe. Sebuah penyeragaman pandangan atas suatu obyek dengan totalitas. Seperti sangkaan bahwa ‘laki-laki yang menuntun motor di tengah malam itu pasti pencuri’, ‘orang yang berambut panjang itu pasti preman’, dan lain sebagainya.

Pengalaman unik seorang pemuda berikut bisa menjadi pelajaran. Arman (24 tahun), sempat gemetar dan serta merta menjauhi laki-laki berkulit gelap berminyak, berambut gondrong, berbadan besar serta berpakaian lusuh yang menghampirinya. Malam itu, ia terpaksa tidur di emperan toko. Arman bukan pengemis atau gelandangan, melainkan pemuda ‘rumahan’ yang ‘terlunta-lunta’ di Jakarta. Dari Surabaya, Arman memutuskan mendatangi teman lamanya di Jakarta. Ia berencana menetap sementara di rumah temannya sambil mencari kerja, berbekal ijazah SMA dan beberapa ijazah kursus. Di luar dugaannya, sewaktu tiba di alamat yang dituju, temannya sudah pindah, dan -suatu hal yang tidak aneh- para tetangga tidak tahu alamat barunya.

Malam mulai tiba. Sementara Arman tidak ingin mengeluarkan uang untuk menginap di losmen. Ia khawatir, uang simpanannya keburu habis sebelum nasibnya jelas. Ketika malam semakin larut, akhirnya ia memilih emperan toko untuk bermalam. Tapi segera ia menyesali pilihannya, karena laki-laki gondrong itu sekonyong-konyong menghampirinya. Di kepalanya sudah berkecamuk, orang seram seperti itu pasti akan merampok, menganiaya atau bahkan membunuhnya.

Tapi laki-laki itu dengan ramah menegurnya, dan mengajaknya berbincang. Akhirnya, Arman justru menceritakan masalah yang menimpanya. Melihat ketulusan di sorot mata laki-laki itu, Arman tiba-tiba yakin, ia orang baik-baik. Bahkan ia melihat, laki-laki itu seperti iba padanya. Menurut pengakuan laki-laki itu, ia memiliki adik yang sebaya Arman, dan sekarang tinggal di kampung halamannya, di daerah Sumatera.

Akhirnya, malam itu Arman justru menginap di rumah laki-laki itu, di daerah kumuh pinggiran kali Ciliwung. Dan orang yang kemudian dipanggilnya Abang itu memberinya pekerjaan, sebagai kenek bis yang dikemudikannya. Beberapa bulan Arman tinggal di rumah laki-laki itu, yang ternyata benar-benar baik dan memperlakukan Arman seperti adiknya. Ia juga heran, di jaman seperti ini, masih ada orang yang tulus seperti itu. Kini Arman sudah bekerja sebagai pegawai di suatu kantor. Tapi ia tidak pernah melupakan kebaikan sang Abang.

Sikap stereotipe menilai sesuatu secara keseluruhan juga dialami oleh Musyarif (26). Ia mengisahkan pengalaman yang tak akan ia lupakan. Suatu hari seperti biasa ia naik bis umum dari tempat tinggalnya di Bekasi ke Jakarta untuk bekerja. Menjelang keluar tol UKI, dilihatnya seorang laki-laki dengan kacamata hitam terus mendekat-dekat kepada seorang wanita berjilbab. Musyarif yakin bahwa seorang copet sedang siap-siap beraksi. Ia berusaha sedikit menghalangi laki-laki itu. Begitu bus menurunkan penumpangnya di UKI, wanita berjilbab itu menggamit laki-laki berkacamata hitam itu dan menuntunnya. Ternyata laki-laki itu buta. Dari cara wanita itu membimbingnya, bisa dipastikan ia suaminya, atau paling tidak salah satu keluarga dekatnya."

Bila berlebihan, buruk sangka karena estimasi pertahanan diri bisa menjadi penyakit kepribadian seperti paranoid. Di mana orang punya rasa takut yang sangat berlebihan. Hingga melahirkan anggapan secara konsisten bahwa orang lain berusaha menuntut, merusak, atau mengancam. Bahkan, orang yang berpenyakit seperti itu menolak menceritakan rahasia kepada orang lain karena takut kalau informasi tersebut digunakan untuk melawan dirinya. Bisa juga berdampak kepada gangguan kepribadian skizotipal. Yaitu suatu sikap dan penampilan ganjil, selalu curiga, dan kecemasan sosial yang luar biasa terhadap orang yang tidak dikenal.



5. Ilmu yang Pas-Pasan

Keterbatasan ilmu juga menjadi pemicu bagi munculnya sikap buruk sangka. Minimnya pengetahuan akan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk memandang masalah, menyimpulkan, serta menentukan sikap atas berbagai peristiwa.

Dalam beberapa disiplin ilmu, kata ‘prasangka’ secara definitif diartikan sebagai penguasaan masalah sebesar 50 persen atau lebih tapi tidak sampai seratus persen. Ia sekaligus lawan dari kata ‘faham’, yaitu penguasaan masalah hingga seratus persen. Maka, orang yang tidak faham, sangat mungkin memaknai sesuatu dengan cara yang salah.

Setiap orang harus sadar, bahwa di atas yang tahu masih ada yang lebih tahu. Di atas yang berilmu masih ada yang lebih berilmu. Apalaqi hampir semua ilmu itu dinamis, berkembang, dan memunculkan hal-hal baru.

Buruk sangka karena keterbatasan pengetahuan bisa dihindari dengan mencari tahu. Dahulu, ketika Rasulullah memutuskan menerima perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy di Hudhaibiyah, sebagian sahabat -termasuk Umar bin Khatab- memandang itu sebagai kekalahan. Tetapi dikemudian hari ia menyadari kekeliruan dugaannya.

Dahulu, Musa menganggap Hidhir telah bertindak aniaya. Membolongi perahu, membunuh anak, serta memperbaiki bangunan di suatu kampung yang penduduknya pelit. Setelah dijelaskan alasannya barulah ia menyadari bahwa dugaannya itu salah.

Disisi yang lain, ada juga hasil kesimpulan yang akhirnya memberikan nilai minus/kurang atas diri seseorang, yang mana instrumen penilaiannya benar-benar berdasarkan perangkat penilaian yang obyektif (misalnya mengacu pada poin-poin syakhsiyah Islamiyah). Namun ironisnya penilaian itu justru dianggap sebagai kesimpulan yang dipenuhi oleh rasa buruk sangka. Akibatnya, orang yang ilmu-nya pas-pas-an justru menaruh simpati kepada orang yang telah dinilai kurang tersebut. Lebih parah lagi jika rasa simpati itu sudah bersemayam sejak lama, sehingga melahirkan sikap proteksi atas semua penilaian yang kurang atas orang yang dikaguminya. Inilah bentuk lain dari buruk sangka terhadap suatu evaluasi yang obyektif. Wallahu’alam. Hanya orang yang kuat dan berilmu, yang mampu memikul amanah.



8. Diskriminasi ‘Besar-Kecil’

Adanya diskriminasi atas ‘orang-orang kecil’ oleh ‘orang-orang besar’ dalam berbagai bentuk juga merupakan salah satu korban buruk sangka. Seringkali orang-orang kaya memenuhi pikirannya dengan persepsi bahwa orang-orang miskin itu kumuh, udik, bodoh, bahkan pencuri. Padahal, orang-orang ‘besar’ banyak juga yang profesinya sebagai koruptor dan penjahat berkerah putih.

Seorang pembantu rumah tangga wanita, sebut saja Tina, di kawasan Jakarta Selatan pernah pergi meninggalkan majikannya karena tidak tahan dengan perlakuan diskriminatif yang ia terima. Kedekatan anak-anak majikannya dengan dirinya akhirnya tak mampu meluluhkan hatinya untuk pergi.

Kebetulan sekali saat ia pamit, baru saja ada penghuni rumah itu yang kehilangan uang. Dan, dengan serempak dirinya yang diperiksa. Tas kecil miliknya yang berisi pakaian pun tak urung dibongkar dan diacak-acak. Tina berusaha tabah meski sebagai manusia normal ia sebenarnya tidak rela diperlakukan kasar.

Diskriminasi ‘besar-kecil’ terjadi dalam banyak bentuk. Budaya feodalisme yang merambah beragam sektor kehidupan turut membudidayakan kebiasaan buruk sangka menjadi penyakit yang menyerang kemana-mana. Seorang tentara mengira dirinya yang paling kuat, sedang orang sipil itu lemah. Seorang dokter merasa dirinya yang paling punya pengetahuan tentang kesehatan, sedang pasien itu bodoh dan tidak tahu menahu soal penyakit.

Orang tua merasa dirinya paling tahu sedang anak-anaknya yang mulai tumbuh dianggap anak bau kencur yang tak mengerti apa-apa. Seorang kepala bagian, seorang manajer, seorang direktur, seorang ketua, merasa bahwa orang-orang yang berada dibawahnya lebih rendah dari dirinya. Rasialisme oleh rezim apartheid di Afrika juga bagian dari bentuk prasangka buruk, bahwa orang kulit putih lebih mulia dari orang kulit hitam. Semua itu adalah perilaku buruk sangka yang diskriminatif dan tidak semuanya benar.

Urat nadi buruk sangka masih sangat banyak. Dengan menekan semaksimal mungkin sikap berprasangka buruk, setidaknya kita telah memberi kontribusi yang cukup berarti bagi kelangsungan hidup banyak orang. Ya, kita memang harus berpikir sebelum bertindak. Kita harus berpengetahuan sebelum berkesimpulan. Sebuah pembiasaan diri yang tidak ringang, memang. Agar kita tidak salah langkah lagi dikemudian hari, karena hidup ini tidak mengenal siaran tunda. Wallahu’alam


Selasa, 09 Desember 2008

Perjalanan Hidup

Kehidupan manusia merupakan perjalanan panjang, melelahkan, penuh liku-liku, dan melalui tahapan demi tahapan. Berawal dari alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam barzakh, sampai pada alam akhirat yang berujung pada tempat persinggahan terakhir bagi manusia, surga atau neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah menceritakan setiap fase dari perjalanan panjang manusia itu.

Al-Qur’an diturunkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. berfungsi untuk memberikan pedoman bagi umat manusia tentang perjalanan (rihlah) tersebut. Suatu rihlah panjang yang akan dilalui oleh setiap manusia, tanpa kecuali. Manusia yang diciptakan Allah swt. dari tidak ada menjadi ada akan terus mengalami proses panjang sesuai rencana yang telah ditetapkan Allah swt.


Saat ini ada dua teori yang menyesatkan orang banyak. Al-Qur’an dengan tegas membantah teori itu. Pertama, teori yang mengatakan manusia ada dengan sendirinya. Dibantah Al-Qur’an dengan hujjah yang kuat, bahwa manusia ada karena diciptakan oleh Allah swt. Kedua, teori yang mengatakan manusia ada dari proses evolusi panjang, yang bermula dari sebangsa kera kemudian berubah menjadi manusia. Teori ini pun dibantah dengan sangat pasti bahwa manusia pertama adalah Adam as. Kemudian selanjutkannya anak cucu Adam as. diciptakan Allah swt. dari jenis manusia itu sendiri yang berasal dari percampuran antara sperma lelaki dengan sel telur wanita, maka lahirlah manusia.

Rasulullah saw. semakin mengokohkan tentang kisah rihlatul insan. Disebutkan dalam beberapa haditsnya. “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang musafir” (HR Bukhari). Dalam hadits lain: ”Untuk apa dunia itu bagiku? Aku di dunia tidak lebih dari seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya” (HR At-Tirmidzi).
Alam Arwah

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah swt. setelah sebelumnya Allah telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin, bumi, langit dan seisinya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.

Persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al A’raf: 172).

Dengan kesaksian dan perjanjian ini maka seluruh manusia lahir ke dunia sudah memiliki nilai, yaitu nilai fitrah beriman kepada Allah dan agama yang lurus. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Ruum: 30). Rasulullah saw. bersabda: “Setiap anak dilahirkan secara fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majusi.” (HR Bukhari)

Alam Rahim

Rihlah pertama yang akan dilalui manusia adalah kehidupan di alam rahim: 40 hari berupa nutfah, 40 hari berupa ‘alaqah (gumpalan darah), dan 40 hari berupa mudghah (gumpalan daging), kemudian ditiupkan ruh dan jadilah janin yang sempurna. Setelah kurang lebih sembilan bulan, maka lahirlah manusia ke dunia.

Allah swt. berfirman: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj: 5)

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya 40 hari nutfah, kemudian ‘alaqoh selama hari yang sama, kemudian mudghoh selama hari yang sama. Kemudian diutus baginya malaikat untuk meniupkan ruh dan ditetapkan 4 kalimat; ketetapan rizki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagia.” (HR Bukhari dan Muslim)

Seluruh manusia di dunia apapun kondisi sosialnya diingatkan tentang awal kejadiannya yang berasal dari benda yang hina, yaitu sperma lelaki dan sel telur wanita. Manusia sebelumnya belum dikenal, belum memiliki kemuliaan dan kehormatan. Lalu apakah manusia akan bangga, congkak, dan sombong dengan kondisi sosial yang dialami sekarang jika mengetahui asal muasal mereka?

Setelah mencapai 6 bulan sampai 9 bulan atau lebih, dan persyaratan untuk hidup normal sudah lengkap, seperti indra, akal, dan hati, maka lahirlah manusia ke dunia dalam keadaan telanjang. Belum bisa apa-apa dan tidak memiliki apa-apa.

Alam Dunia

Di dunia perjalanan manusia melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak, remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, sebagian lagi saat masa anak-anak, sebagian yang lain ketika sudah remaja dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua bahkan pikun.

Di dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat taklif (tugas) dari Allah, yaitu ibadah. Dan dalam menjalani taklifnya di dunia, manusia dibatasi oleh empat dimensi; dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat beribadah; dimensi waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu beribadah; dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah; dan dimensi pedoman hidup, yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal.

Allah Ta’ala telah melengkapi manusia dengan perangkat pedoman hidup agar dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat. Allah telah mengutus rasulNya, menurunkan wahyu Al-Qur’an dan hadits sebagai penjelas, agar manusia dapat mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan. Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap pedoman hidup tersebut. Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya ketimbang menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.

Maka, orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktifitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.

Dunia dengan segala kesenangannya merupakan tempat ujian bagi manusia. Apakah yang dimakan, dipakai, dan dinikmati sesuai dengan aturan Allah swt. atau menyimpang dari ajaran-Nya? Apakah segala fasilitas yang diperoleh manusia dimanfaatkan sesuai perintah Allah atau tidak? Dunia merupakan medan ujian bagi manusia, bukan medan untuk pemuas kesenangan sesaat. Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana hidup di dunia. Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa Rasulullah saw. tidur diatas tikar, ketika bangun ada bekasnya. Maka kami bertanya: “Wahai Rasulullah saw., bagaimana kalau kami sediakan untukmu kasur.” Rasululah saw. bersabda: “Untuk apa (kesenangan) dunia itu? Hidup saya di dunia seperti seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)

Perjalanan hidup manusia di dunia akan berakhir dengan kematian. Semuanya akan mati, apakah itu pahlawan ataukah selebriti, orang beriman atau kafir, pemimpin atau rakyat, kaya atau miskin, tua atau muda, lelaki atau perempuan. Mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang telah dikumpulkannya. Semua yang dikumpulkan oleh manusia tidak akan berguna, kecuali amal shalihnya berupa sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih. Kematian adalah penghancur kelezatan dan gemerlapnya kehidupan dunia. Kematian bukanlah akhir kesudahan manusia, bukan pula tempat istirahat yang panjang. Tetapi, kematian adalah akhir dari kehidupannya di dunia dengan segala yang telah dipersembahkannya dari amal perbuatan untuk kemudian melakukan rihlah atau perjalanan hidup berikutnya.

Bagi orang beriman, kematian merupakan salah satu fase dalam kehidupan yang panjang. Batas akhir dari kehidupan dunia yang pendek, sementara, melelahkan, dan menyusahkan untuk menuju akhirat yang panjang, kekal, menyenangkan, dan membahagiakan. Di surga penuh dengan kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan belum terlintas oleh pikiran manusia. Sementara bagi orang kafir, berupaya menghindar dari kematian dan ingin hidup di dunia 1.000 tahun lagi. Tetapi, sikap itu adalah sia-sia. Utopia belaka. Karena, kematian pasti datang menjumpainya. Suka atau tidak suka.

Alam Barzakh

Fase berikutnya manusia akan memasuki alam kubur atau alam barzakh. Di sana mereka tinggal sendiri. Yang akan menemaninya adalah amal mereka sendiri. Kubur adalah taman dari taman-taman surga atau lembah dari lembah-lembah neraka. Manusia sudah akan mengetahui nasibnya ketika mereka berada di alam barzakh. Apakah termasuk ahli surga atau ahli neraka. Jika seseorang menjadi penghuni surga, maka dibukakan baginya pintu surga setiap pagi dan sore. Hawa surga akan mereka rasakan. Sebaliknya jika menjadi penghuni neraka, pintu neraka pun akan dibukakan untuknya setiap pagi dan sore dan dia akan merasakan hawa panasnya neraka.

Al-Barra bin ’Azib menceritakan hadits yang panjang yang diriwayat Imam Ahmad tentang perjalanan seseorang setelah kematian. Seorang mukmin yang akan meninggal dunia disambut ceria oleh malaikat dengan membawa kafan surga. Kemudian datang malaikat maut duduk di atas kepalanya dan memerintahkan ruh yang baik untuk keluar dari jasadnya. Selanjutnya disambut oleh malaikat dan ditempatkan di kain kafan surga dan diangkat ke langit. Penduduk langit dari kalangan malaikat menyambutnya, sampai di langit terakhir bertemu Allah dan Allah memerintahkan pada malaikat: “Catatlah kitab hambaku ke dalam ’illiyiin dan kembalikan kedunia.” Maka dikembalikan lagi ruh itu ke jasadnya dan datanglah dua malaikat yang bertanya: Siap Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa lelaki yang diutus kepadamu? Siapa yang mengajarimu? Hamba yang beriman itu dapat menjawab dengan baik. Maka kemudian diberi alas dari surga, mendapat kenikmatan di kubur dengan selalu dibukakan baginya pintu surga, dilapangkan kuburnya, dan mendapat teman yang baik dengan wajah yang baik, pakaian yang baik, dan aroma yang baik. Lelaki itu adalah amal perbuatannya.

Alam Akhirat (Hari Akhir)

Dan rihlah berikutnya adalah kehidupan di hari akhir dengan segala rinciannya. Kehidupan hari akhir didahului dengan terjadinya Kiamat, berupa kerusakan total seluruh alam semesta. Peristiwa setelah kiamat adalah mahsyar, yaitu seluruh manusia dari mulai nabi Adam as. sampai manusia terakhir dikumpulkan dalam satu tempat. Di sana manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum dikhitan. Saat itu matahari sangat dekat jaraknya sekitar satu mil, sehingga mengalirlah keringat dari tubuh manusia sesuai dengan amalnya. Ada yang sampai pergelangan kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai pusar, ada yang sampai dada, bahkan banyak yang tenggelam dengan keringatnya.

Dalam kondisi yang berat ini manusia berbondong-bondong mendatangi para nabi untuk meminta pertolongan dari kesulitan yang maha berat itu. Tetapi semuanya tidak ada yang dapat menolong. Dan terakhir, hanya Rasulullah saw. yang dapat menolong mereka dari kesulitan mahsyar. Rasulullah saw. sujud di haribaan Allah swt. di bawah Arasy dengan memuji-muji-Nya. Kemudian Allah swt. berfirman: “Tegakkan kepalamu, mintalah niscaya dikabulkan. Mintalah syafaat, pasti diberikan.” Kemudian Rasululullah saw. mengangkat kepalanya dan berkata: “Ya Rabb, umatku.” Dan dikabulkanlah pertolongan tersebut dan selesailah mahsyar untuk kemudian melalui proses berikutnya.

Peristiwa berikutnya adalah hisab (perhitungan amal) dan mizan (timbangan amal) bagi manusia. Ada yang mendapatkan proses hisab dengan cara susah-payah karena dilakukan dengan sangat teliti dan rinci. Sebagian yang lain mendapatkan hisab yang mudah dan hanya sekadar formalitas. Bahkan sebagian kecil dari orang beriman bebas hisab.

Di antara pertanyaan yang akan diberikan pada manusia di hari Hisab terkait dengan masalah prinsip dalam hidupnya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan melangkah kaki anak Adam di hari kiamat sehingga ditanya 5 hal di sisi Allah: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana mencarinya, dan ke mana menginfakkannya, dan apa yang diamalkan dari ilmunya.” (HR At-Tirmidzi). Di masa ini juga dilakukan proses qishash, orang yang dizhalimi meng-qishash orang yang menzhalimi.

Kejadian selanjutnya manusia harus melalui shirath, yaitu sebuah jembatan yang sangat tipis dan mengerikan karena di bawahnya neraka jahanam. Semua manusia akan melewati jembatan ini dari mulai yang awal sampai yang akhir. Shirath ini lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, dan terdapat banyak kalajengking. Kemampuan manusia melewati jembatan itu sesuai dengan amalnya di dunia. Ada yang lewat dengan cepat seperti kecepatan kilat, ada yang lewat seperti kecepatan angin, ada yang lewat seperti kecepatan burung, tetapi banyak juga yang berjalan merangkak, bahkan mayoritas manusia jatuh ke neraka jahanam.

Bagi orang-orang yang beriman, akan minum telaga Rasulullah saw. yang disebut Al-Kautsar. Rasulullah saw. bersabda: “Telagaku seluas perjalanan sebulan, airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih wangi dari misik, dan gayungnya sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya, maka tidak akan pernah haus selamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Surga dan Neraka

Pada fase yang terakhir dari rihlah manusia di hari akhir adalah sebagian mereka masuk surga dan sebagian masuk neraka. Surga tempat orang-orang bertakwa dan neraka tempat orang-orang kafir. Kedua tempat tersebut sekarang sudah ada dan disediakan. Bahkan, surga sudah rindu pada penghuninya untuk siap menyambut dengan sebaik-baiknya sambutan. Neraka pun sudah rindu dengan penghuninya dan siap menyambut dengan hidangan neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah menceritakan surga dan neraka secara detail. Penyebutan ini agar menjadi pelajaran bagi kehidupan manusia tentang persinggahan akhir yang akan mereka diami.

Orang-orang kafir, baik dari kalangan Yahudi, Nashrani maupun orang-orang musyrik, jika meninggal dunia dan tidak bertobat, maka tempatnya adalah neraka. Neraka yang penuh dengan siksaan. Percikan apinya jika ditaruh di dunia dapat membakar semua penghuni dunia. Minuman penghuni neraka adalah nanah dan makanannya zaqum (buah berduri). Manusia di sana tidak hidup karena penderitaan yang luar biasa, dan juga tidak mati karena jika mati akan hilang penderitaannya. Di neraka manusia itu kekal abadi.

Orang-orang beriman akan mendapatkan surga dan kain sutra karena kesabaran mereka. Dalam surga mereka duduk-duduk bersandar di atas dipan, tidak merasakan panas teriknya matahari dan dingin yang sangat. Mereka dinaungi pohon-pohon surga dan buahnya sangat mudah untuk dipetik. Mereka juga mendapatkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala minuman yang sangat bening. Mereka akan minum minuman surga yang rasanya sangat nikmat seperti minuman jahe yang didatangkan dari mata air surga bernama Salsabila. Di surga juga ada banyak sungai yang berisi beraneka macam minuman, sungai mata air yang jernih, sungai susu, sungai khamr, dan sungai madu.

Penghuni surga akan dilayani oleh anak-anak muda yang jika dilihat sangat indah bagaikan mutiara yang bertaburan. Surga yang penuh dengan kenikmatan dan kerajaan yang besar. Orang beriman di surga memakai pakaian sutra halus berwarna hijau dan sutra tebal, juga memakai gelang terbuat dari perak dan emas. Allah swt. memberikan minuman kepada mereka minuman yang bersih.

Dan yang tidak kalah nikmatnya yaitu istri-istri dan bidadari surga. Mereka berwarna putih bersih berseri, bermata bulat, pandangannya pendek, selalu gadis sebaya belum pernah disentuh manusia dan jin. Buah dadanya montok dan segar, tidak mengalami haidh, nifas, dan buang kotoran.

Puncak dari semua kenikmatan di surga adalah melihat sang pencipta Allah yang Maha Indah, Sempurna, dan Perkasa. Sebagaimana manusia dapat melihat bulan secara serentak, begitu juga manusia akan memandang Allah secara serentak. Indah, mempesona, takzim, dan suci. Allah Akbar.

Allah akan memasukkan hamba–Nya ke dalam surga dengan rahmat-Nya, dan surga adalah puncak dari rahmat-Nya. Allah Ta’ala akan memasukan hamba-Nya ke dalam rahmat (surga) berdasarkan rahmat-Nya juga. Disebutkan dalam hadits shahih: “Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki 100 rahmat. Diturunkan (ke dunia) satu rahmat untuk jin, manusia, dan binatang. Dengan itu mereka saling simpati dan kasih sayang. Dengan satu rahmat itu pula binatang buas menyayangi anaknya. Dan Allah swt. menyimpan 99 rahmat bagi hamba-Nya di hari kiamat.” (Muttafaqun alaihi) .

Maka, sejatinya nikmat surga itu jauh dari apa yang dibayangkan manusia. Rasulullah saw. bersabda: “Allah swt. berkata, “Aku telah siapkan bagi hambaKu yang shalih sesuatu yang belum dilihat mata, belum didengar telinga, dan belum terlintas pada hati manusia” (Muttafaqun ‘alaihi). Apakah akan kita hanya berpuas diri dengan mengejar satu rahmat Allah yang dibagi-bagi untuk seluruh penduduk dunia, sementara kita melalaikan 99 rahmat yang tersisa? Semoga kita termasuk dari sedikit orang yang berpikir. Amin.


Jumat, 05 Desember 2008

Upacara tradisi rambut gembel

Ngruwat Rambut Gembel..(orang jawa bilang)

Merupakan tradisi yang hidup di daerah Kecamatan Kejajar 17 Km, sebelah Utara Kota Wonosobo. Di sekitar daerah ini banyak anak-anak yang berambut gembel. Gembel ini dianggap sebagai “ Balak ” yang harus diruwat melalui upacara ruwatan. Upacara ini akan dilangsungkan setelah Si anak mengajukan permintaan atau jejaluk ( Bahasa Jawa ) kepada orang tuanya. Permintaan ini sulit dipenuhi.





Upacara ini dilakukan diawali dengan cara memasukan cincin ke dalam gembel yang terpanjang disertai dengan do’a dan sesaji “ Bucu Robyong “, selanjutnya baru dilakukan pencukuran. Kadang – kadang diteruskan dengan pertunjukan Wayang Kulit bagi yang mampu dengan cerita “Ngruwat Anak Rambut Gembel “. Anehnya jika upacara ruwatan tidak atas permintaan anak yang berambut gembel tersebut, maka sekalipun sudah dicukur, gembelnya akan tumbuh lagi.



Nyadran Suran Masyarakat Dusun Giyanti

Upacara ritual memperingati hari jadi dusun Gianti Desa Kadipaten Kec.Selomerto yang biasanya dilanjutkan dengan Merdi Dusun disertai Upacara Tenongan untuk kemudian dilanjutkan Pagelaran Seni tradisional semalam suntuk. Dusun Gianti terkenal dengan sebutan dusun Wisata di Kabupaten Wonosobo.



Nyadran Suran Masyarakat Dusun Pagerejo

Hampir sama dengan yang dilaksanakan di dusun Gianti dan diperingati juga setiap tanggal 1 Bulan Asyuro ( Bulan Jawa ), masyarakat desa Pagerejo Kec.Kertek ini melangsungkan upacara mandi di Sendang Surodilogo.



Baritan

Merupakan khasanah yang tidak dimiliki daerah lain dan sangat unik yaitu berupa selamatan hewan ternak sehabis masa panen. Hewan ini dianggap membantu petani dalam mengolah sawah sehingga Baritan hewan dimaksudkan untuk ungkapan terima kasih dengan cara memandikan dan menghias hewan serta mengalungi dengan berbagai hasil bumi di Desa simbang Kec.Kalikajar.

Peta dan sejarah my City

Sejarah..

Bedasarkan cerita rakyat , pada sekitar awal abad 17 tersebutlah tiga orang pengelana masing-masing bernama Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai Walik , mulai merintis suatu permukiman di daerah Wonosobo. Selanjutnya Kyai Kolodete berada di dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah Kalibeber dan Kyai Walik berada di dekitar kota Wonosobo sekarang ini.



Peta Wilayah Wonosobo

DI kemudian hari dikenal beberapa tokoh penguasa daerah Wonosobo seperti Tumenggung Kartowaseso sebagai penguasa daerah Wonosobo yang pusat kekuasaannya si Selomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta sebagai penguasa Wonosobo yang pusat kekuasaannya di Pecekelan - Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan ke Ledok - Wonosobo atau Plobangan sekarang ini.

Salah seorang cucu Kyai Karim juga disebut sebagai salah seorang penguasa Wonosobo. Cucu kyai karim tersebut dikenal sebagai i Singowedono yang telah mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini Pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen.

Selanjutnya pada masa perang Diponegoro ( 1825 - 1930 ) , Wonosobo merupakan salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Diponegoro. Beberapa tokoh penting yang mendukung perjuangan Diponegoro adalah Imam Musbch atau kemudian dikenal dengan nama Tumenggung Kertosinuwun, MAs Lurah atau Tumenggung Mangkunegaran, Gajah Permodo dan Kyai Muhamad Ngarpah.

Dalam pertempuan melawan Belanda, Kyai Muhamad Ngarpah berhasil memperoleh kemenangan yang pertama. Atas keberhasilan itu Pangeran Diponegoro memberi nama kepada Kyai Muhamad Ngarpah dengan sebutan Tumenggung Seconegoro. Selanjutnya Tumenggung Seconegoro diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelas TUMENGGUNG SECONEGORO.

Eksistensi kekuasaan Seconegoro di daerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dinuat setelah perang Diponegoro selesai. Disebutkan pula bahwa Seconegoro adalah Bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke kawasan kota Wonosobo sekarang ini.

Dari hasil seminar AHri Jadi Wonosobo tanggal 28 April 1994, yang dihadiri oleh Tim Peneliti dari Fakultas Sastra UGM, Muspida, Sespuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta Instansi Pemerintah Wonosobo yang telah menyepakati bahwa Hari Jadi Wonosobo jatuh pada tanggal 24 Juli 1825.

Adapun penguasa/kepala pemerintahan Kabupaten Wonosobo dari tahun 1825 sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :

1. Tumenggung R. Setjonegoro ( 1825 - 1832 )
2. Tumenggung R. MangoenKoesoemo ( 1832 - 1857 )
3. Tumenggung R. Kertonegoro ( 1857 - 1863 )
4. Tumenggung R. Tjokrohadisorjo ( 1863 - 1889 )
5. Tumenggung R. Soeryohadikoesoemo ( 1889 - 1898 )
6. Tumenggung R. Soerjohadinagoro ( 1898 - 1919 )
7. Adipati RAA Sosrodiprodjo ( 1920 - 1944 )
8. Bupati R. Singgih Hadipoero ( 1944 - 1946 )
9. Bupati R. Soemindro ( 1946 - 1950 )
10. Bupati R. Kadri ( 1950 - 1954 )
11. Bupati R. Oemar Soerjokoesoemo ( 1955 )
12. Bupati R. Sangidi Hadisoetirto ( 1955 - 1957 )
13. Kapala Daerah Rapingoen Wiombohadi Soedjono ( 1957 - 1959 )
14. Bupati R. Wibowo Helly ( 1960 - 1967 )
15. Bupati KDH Drs. R. Darodjat A.N.S ( 1967 -1974 )
16. Pj. Bupati KDH R. Marjaban ( 1974 - 1975 )
17. Bupati KDH Drs. Soekanto ( 1975 - 1985 )
18. Bupati KDH Drs. Poedjihardjo ( 1985 - 1990 )
19. Bupati KDH Drs. H. Soemadi ( 1990 - 1995 )
20. Bupati KDH Drs. Margono ( 1995 - 2000 )

Kamis, 04 Desember 2008

Ciri khas wonosobo

Mie ongklok

Makanan khas Wonosobo adalah mie ongklok. Masakan spesifik ini terasa lebih nikmat bila dimakan panas-panas. Bahannya terdiri dari mie, kobis dan kucai yang dimasak setengah matang dengan cara dimasukkan dalam air mendidih dengan serok cekung yang terbuat dari bambu dan dinaik turunkan atau diongklok. Dapat dibeli pada penjual angkringan atau warung di Jl. Pasukan Ronggolawe, Jl. Tosari, serta di Jl. A.Yani (Sebelah selatan klenteng).




Mie Ongklok (Mie Kuah Udang)

Bahan:
750 gram udang, kupas kulit, kepala dan ekornya, sisihkan
1.5 liter air
2 batang seledri, cincang kasar
2 batang daun bawang, cincang kasar
2 sdm kecap manis
250 gram mie basah, seduh air panas, siram air dingin
150 gram kol, iris tipis, rebus sampai setengah layu
4 sdm tepung kanji, larutkan dalam 4 sdm air
3 sdm minyak untuk menumis

Bumbu, haluskan:
8 butir bawang merah
5 siung bawang putih
1 sdt jahe cincang
3 butir kemiri, sangrai
2 sdm tongcai (di Asian Grocery, cari yang namanya tianjun vegetables)
3 sdm ebi
2 sdm garam
3 sdm gula pasir
1 sdt merica bubukBahan Pelengkap:
Telor rebus
Daun bawang, iris tipis
Seledri, iris halus
Cabe rawit, rajang kasar
Bawang goreng untuk taburan
Jeruk nipis
Kecap manis sesuai selera

Cara Membuat:
1. Cincang daging udang, sisihkan.
2. Panaskan minyak lalu tumis bumbu halus beserta kulit, kepala dan ekor udang sampai berubah warna.
3. Tambahkan air lalu masak dengan api kecil selama 20 menitan sampai kuah keruh.
4. Saring kuah lalu panaskan kembali di atas api.
5. Masukkan udang dan kecap manis. Masak sampai udang berubah warna.
6. Tambahkan larutan tepung kanji, aduk sampai kuah mengental.
7. Penyajian: Atur mie basah, kol dan telor rebus pada mangkok. Siram dengan kuah lalu beru bahan pelengkap lainnya.Untuk 6 porsi



Carica Dieng

Merupakan family dari caria papaya yang kita kenal buahnya enak dimakan bila sudah masak, bijinya berwarna hitam dan tidak enak dimakan (pahit) Jenis Carica Dieng ini walaupun sama pohonnya, daunnya agak lebih tebal, buahnya lebih kecil dan kalau masak warnanya kekuning-kuningan serta beraroma wangi (khas). Apabila akan dimakan langsung, bukan buahnya, melainkan bijinya yang berwarna putih dan rasanya asam manis dengan aroma khas, yang tak terdapat pada buah lain.

Daging buahnya sangat enak bila dibuat manisan. Carica sekarang diproduksi secara home industry, dikemas dalam botol dan terkenal dengan nama “Carica Dieng”. Tanaman ini memerlukan ketinggian antara 1800-2200 m.dpl. untuk mendapatkan kualitas buah yang baik. Jenis ini berasal dari Amerika Latin, ditanam/ dikembangkan di Dieng oleh orang Belanda (Ir. Krammers) sekitar tahun 1900. Tanaman ini, seperti halnya Purwaceng, belum dibudidayakan secara maksimal dan hanya merupakan tanaman selingan di ladang petani.


Wasabi ( Jahe Dieng )

Tanaman ini dimanfaatkan serta dikonsumsi seluruh tanamannya :
- Daun : untuk masakan
- Batang : Untuk acar
- Akar : sebagai penghangat badan Penanaman wasabi diusahakan oleh PT.YUASA di areal ± 80 ha, diexport k Jepang. Selain itu juga ditanam jenis bayam, yaitu bayam Jepang.

Kacang Dieng ( Kacang Babi )

Kacang ini pohonnya tegak ± 1 m, dan tumbuh mirip buncis yang berisi 3 sampai 4 biji. Biji kacang dijemur/ dikeringkan biasanya di atas atap rumah. Keping biji mirip bentuk babi (bulat lonjong) dan sejak dahulu disebut kacang babi karena bentuknya, dan juga banyak hama babi hutan menyerang ladang petani dan merusak. Akan tetapi, tanaman kacang ini tidak dirusak/ diganggu (babi hutan tidak suka). Itu pula sebabnya disebut kacang babi. Hasil kacang digoreng dan dikemas (home industry), dengan nama “Kacang Dieng” yang terkenal.

Purwaceng

Alkisah dahulu kala beberapa orang petani terhenti mengerjakan ladang garapannya dikarenakan hujan turun dan hawa sangat dingin. Mereka berteduh di bawah lekukan batu besar yang bagaikan atap yang menaungi mereka. Akan tetapi, dinginnya udara saat itu tidak terelakan. Oleh karena itu, para petani mulai iseng, ada yang menggerak-gerakkan badannya, ada yang mendekat ke dinding batu, ada juga yang sambil mengunyah batang rumput-rumputan. Tidak sengaja, saat seorang petani menggigit salah satu jenis batang rumput yang daunnya lain dari rumput biasannya, ia merasakan reaksi badannya menjadi hangat sehingga teman-temannya yang lainpun ikut mencoba-coba. Ternyata benar, mereka kemudian dapat mengatasi rasa dingin di sekitarnya. Kehangatan tubuh yang mereka rasakan itu tersimpan sampai malam/ subuh, bahkan hingga saat “tugas malam” ternyata juga masih menimbulkan reaksi yang menakjubkan.

Kejadian itu kemudian menjadi buah bibir dimasyarakat, serta merta mereka menjuluki rumput berkhasiat tersebut dengan nama PURWACENG, yang berarti Purwa = ter dan Ceng = tegang. Setelah diadakan penelitian ilmiah, ternyata jenis tanaman perwaceng ini sejenis dengan tanaman ginseng yang tumbuh di Korea dan Cina, dengan nama latin Pimpinella Fruacan. Dari tanaman ini pula dapat dibuat sebuah ramuan dan minuman yang dicampur dengan kopi atau kapulaga, berguna sebagai penghangat badan.

Welcome to my city..

selamat datang di kota sejuk..wonosobo..yg ASRI(Aman Sehat Rapih Indah)
bila anda mau berkunjung ke wonosobo jangan lupa ya bawa baju tebal atau lebih kerennya jacket..hehehe..


Taman Plaza Wonosobo




inilah lambang Kepemerintahan kota kabupaten wonosobo


welcome to wonosobo...



Nama Dieng berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Di" yang berarti "tempat yang tinggi" atau "gunung" dan "Hyang" dari kata khayangan yang artinya tempat para dewa dewi. Maka Dieng berarti daerah pegunungan dimana para dewa dan dewi bersemayam.
Dieng merupakan sebuah desa di wilayah kecamatan Kejajar dan berbatasan dengan kabupaten Banjarnegara.
Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah utara kota Wono- sobo. Jalannya berbelok-belok dan menanjak.



Namun harap hati-hati sebab banyak terdapat jurang dan tikungan tajam.
Dengan kondisi seperti ini, pastikan kendaraan anda dalam keadaan baik. Dianjurkan anda tidak menggunakan kendaraan yang terlalu besar, cukup micro bus atau yang lebih kecil. Jika anda datang dengan bis besar, anda dapat memarkir bis anda di seputaran lapangan kota Wonosobo dan kemudian menyewa beberapa micro bis trayek Wonosobo-Dieng. Di sudut selatan lapangan kota terdapat pusat informasi bagi wisatawan dimana anda dapat meminta informasi lanjut.





Di kawasan itu memang banyak terdapat kawah aktif. Dari kejauhan, kawasan Dieng tampak seperti puncak gunung yang patah sehingga menyisakan dataran dengan banyak kawah. Itulah sebabnya Dieng dinamai dengan plateau yang berarti dataran di atas pegunungan.
Kawasan dataran tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan pariwisata andalan kabupaten Wonosobo.
Obyek wisatanya bukan semata dataran tinggi itu sendiri, namun di area itu terdapat berbagai obyek wisata berupa obyek-obyek wisata alam dan budaya berupa paninggalan masa lampau.













Terhampar luas di lereng gunung Sindoro, dengan ketinggian 1200 - 2000 m di atas permukaan laut. Suhu udara antara 15'-24' C. PT Tambi mengelola 3 unit perkebunan teh yang terletak di desa Bedakah, Tanjungsari serta desa Tambi dengan luas area mencapai 829 Ha yang dilengkapi fasilitas pondok wisata, Kolam Pemancingan, Lapangan Tenis, Taman Bermain, Kebun dan Pabrik Teh.











telaga menjer adalah Merupakan telaga alami terluas di Kabupaten Wonosobo, berada pada ketinggian 1300 M di atas permukaan laut dengan luas 70 hektar dan kedalaman air mencapai 45 meter. Telaga Menjer terletak di desa Maron kec. Garung 12 Km sebelah utara kota Wonosobo.




Sebelum tiba di Dataran Tinggi Dieng, sejenak kita dapat melepas lelah di Gardu Pandang Tieng, dengan ketinggian 1800 meter di atas permukaan laut. Dari gardu pandang ini anda dapat melihat pemandangan yang sangat indah. Asalkan tidak mendung, dari tempat ini anda dapat menyaksikan matahari terbit dengan warna jingga keemasan dan istilahnya "Golden Sun Rise"






tuk bimolukar Adalah sebuah mata air dengan pancuran yang terbuat dari batu purba. Nama Bimalukar berasal dari kisah bahwa Sang Bhima Sena melukar (melepas) pakaiannya untuk disucikan. Inilah mata air sungai Serayu yang cukup terkenal itu dan diyakini dapat menjadikan orang awet muda.


di Kelurahan Selomerto, lebih kurang 6 Km dari sebelah selatan kota Wonosobo. Kebun Karang Gantung adalah bambu yang cukup luas dengan latar belakan batu tua yang sangat unik dan dikenal dengan nama Watu Tedeng.



Jgc30 kopdar di bandung..

wah enak banget ya ngumpul2 ma temen2 apalagi bisa ngobrol ampe puas..wah pokoknya buat temen2 dari JGC 30 dan temen2 dari room lain ..semoga bisa terus saling berbagi dalam suka dan duka..piss ah..





Jgc 30 is the best lah pokoknya..